Semasa kuliah tahun 2003, rute Bekasi-Tendean jadi perjalanan yang panjang. Apalagi tahun 2004 kampus mulai dipindah ke Panglima Polim sana. Duh, kalo kuliah pagi jam8, musti berangkat jam6 atau 530 pagi, itupun sampe kampus mepet, dan seringnya telat :p
Well, macet emang udah makanan sehari2 bagi kita2 yang harus pergi ke Jakarta.
Perjalanan pergi dan pulang kampus yang selalu makan waktu banyak, saya siasati dengan denger musik/radio via hp, atau tidur, namun seringnya sih baca buku.
Maka temen kampus selalu tahu, pasti ada satu buku di dalam tas saya.
Nah salah satu teman baik saya, @yolivanofa bilang "Gw dikasih buku tuh, Say, di rumah, sedih banget. Gw nggak sanggup bacanya. Besok gw bawain ya"
Maka keesokan harinya, saya terimalah buku "A Child Called 'It'" tersebut.
Buku ini bercerita tentang masa kecil si penulis, yaitu Dave Pelzer, yang mengalami child abuse oleh ibu kandungnya sendiri. Penyiksaannya tidak bisa diuraikan dengan kata2, mending baca bukunya sendiri deh, saya nangis entah sampe berapa kali yang jelas.
Nah dari situ, saya mulai hunting buku kelanjutan dari A Child Called 'It' tersebut, yaitu The Lost Boy, A Man Named Dave, dan The Privilege Of Youth .
Keempat buku tersebut dapat di temukan di toko2 buku Gramedia/Gunung Agung dibagian "Novel Psikologi".
Bagi yang mau baca buku Dave Pelzer, tentu saya sarankan membacanya secara berurutan, agar lebih mendapatkan esensi dari cerita tersebut.
Dari situ, saya mulai menemukan buku tentang cerita berlatar belakang novel psikologi lainnya, karya Torey Hayden, berjudul Sheila : Luka Hati Seorang Gadis Kecil dan saya langsung jatuh cinta pada cerita Torey Hayden. Dia adalah seorang guru yang mengajar anak2 khusus, anak2 autis, anak2 yang memiliki gangguan emosional, dan memiliki latar belakang khusus lainnya seperti penyiksaan dan trauma, yang sungguh menyentuh (dan berdasarkan kisah nyata) yang dapat membuat hati saya sesak membacanya.
Buku2 Torey Hayden lainnya yang sudah saya baca selain Sheila : Luka hati Seorang Gadis Kecil, yaitu Sheila : Kenangan yang Indah (lanjutan Sheila sebelumnya), Murid Istimewa : Jerit Lirih Seorang Sahabat, Venus : Duka Lara Si Anak Cantik, Jadie : Tangis Tanpa Suara, Mereka Bukan Anakku, Cassandra : Amarah Anak-Anak Sunyi, dan Kevin : Belenggu Masa Lalu, adalah buku2 nonfiksi yang harus dibaca bagi para penikmat buku seperti saya.
Ada juga Mechanical Cat salah satu novel fiksi karyanya. Sementara novel lainnya yang berjudul The Very Worst Thing dan The Sunflower Forest adalah dua novel fiksi lainnya yang sayangnya belum sempat saya baca. *akan segera ke toko buku begitu sempat*
Harganya cukup murah berkisar Rp.50.000-Rp.65.000 perbukunya. Namun, harga ini sungguh sangat tidak berarti dari efek yang ditimbulkan setelah membaca cerita Ms. Hayden tersebut.
Bahwa betapa hidup saya ternyata sangat cukup "normal" dan berbahagia :)
Bahwa segala keluhan2 saya tentang macet, atau tentang supir taksi yang bau badan, atau tentang jam malam semasa sekolah, atau teman yang menyebalkan, atau nggak cocoknya rasa suatu makanan, bukanlah apa2 dibanding kehidupan macam apa yang anak2 dari Torey Hayden ceritakan miliki. Bahwa rupanya, betapa banyak anak2 diluar sana yang berharap memilki kehidupan yang justru sering saya keluhkan, agar terhindar dari penganiayaan, pengabaian, pemukulan, penyiksaan atau bahkan dari penolakan atas kehadiran mereka, dalam kehidupan "normal" versi mereka, disetiap seharinya.
Daftar Buku2 dan informasi mengenai Torey Hayden dapat dilihat disini
Selamat berburu buku ya, selamat menemukan suatu alasan bahwa mulai sekarang kalian harus mulai bersyukur dengan kehidupan normal yang kalian miliki :)
Percayalah, sesungguhnya saya dan kamu adalah orang2 yang berbahagia :)
Selamat membaca :)
Hai, aku juga penikmat buku dari kecil. Aku baca buku-buku Torey Hayden saat kelas 7 pada tahun 2007 di perpustakaan kota, awalnya karena bosen teenlit melulu jadi beralih ke novel psikologi. Dari Torey Hayden aku merembet ke temen2nya seperti Donna William, John Krakauer dengan Into The Wild dan Into Thin Air yang berhasil bikin anak remaja tanggung mewek. hehehe.. Dave Pelzer aku juga baca karena di pinjami teman saat kelas 10, yaa ceritanya sedih banget, membuat kita merasa mensyukuri kehidupan kita yang ternyata jauh lebih normal dari yang kita kira. Sekarang aku juga sedang berburu buku2 itu, walaupun udah pernah baca, tapi sangat memorable :) Salam kenal :)
BalasHapus