Selasa, 17 Januari 2017

Kamu

Aku menikmati teriknya kemarau panjang, bersandar malas pada jendera tanpa tirai, meraih kursi dan duduk di atasnya menikmati cahaya panas, menyengat, dan sedikit membakar.
Mengingatkan aku kepada kamu.

Dan kunikmati datangnya hujan, yang tetesnya begitu lirih dan pelan mengusir terang, hingga terus terdengar lebih keras, layaknya tertawa pada kemarau, seraya menggemericikan dingin dan kelu meskipun siang.
Terus saja aku duduk diam.
Menikmati dentuman sang hujan.
Begitu lembut namun beraturan, terasa sangat intim meski aku sendirian, tetesnya terus bersahut2an, tanpa jeda, tanpa lelah, tak menyerah seakan menantang sang mentari lantang.
Mengingatkan aku kepada kamu.

Hujan mereda.
Kunikmati iramanya yang kembali melembut dan perlahan.
Menghembuskan angin lembut yang menerpa mesra gerai rambutku.
Dingin. Sejuk. Menenangkan.
Layaknya sentuhanmu.

Tahukah rasanya, ketika seseorang memaksa kamu memilih satu diantara kedua buku favoritmu?
Itulah yang kurasa.
Karena sesungguhnya, kedua2nya adalah kamu.

Kamis, 05 Januari 2017

Sajak pendek #5

Mungkin yang aku ingin hanyalah kesendirian.
Berlarian sejauh mungkin di tempat yang gelap berisi kursi2 yang mengambang di udara dan berdenting tiap kali didudukan.
Dunia yang kosong dan tak mengenal siang.
Dunia yang seakan hanya berupa hamparan langit malam yang tak mengenal bintang. Yang memutarkan irama yang saling bersahut2an memutarkan melodi yang sama setiap harinya berulang2.
Tempat aku bisa tak memikirkan Tuhan, ataupun teman.
Tempat yang takkan menunjuk dan melahapku hidup2 hanya karena aku telah memilih meninggalkan kamu tanpa harus dihakimi dan dituding sebagai wanita jalang.

Apakah salahku jika akhirnya cinta kita telah padam dan memudar?
Bagaimana aku bisa membuat mereka berhenti bertanya kemana perginya gejolak asmara kita yang membara?
Sesungguhnya aku tidak ingin mengatakan kepada mereka bahwa ternyata kamulah yang mulai berhenti menggenggam tanganku, bahwa kamu lah yang lebih nyaman memilih diam tak berkata kata saat aku bertanya, bahwa kamu lah yang awalnya berhenti berusaha.

Sayang, aku lelah menjadi satu2nya kaki yang mengayuh kisah kita yang belum separuh jalan.
Selamat tinggal.