Sabtu, 08 Juni 2013

My Dear Friend, J.

Udah lama sekali nggak nulis. Keadaan disibukkan dengan kemajuan perkembangan Baby O yang membuat setiap hari saya terasa begitu ajaib. Namun kabar yang saya terima beberapa hari lalu dari teman saya ketika di kampus itu membuat hati saya hancur berkeping2 secara tiba2 dalam sekejap.

Percakapan BBM itu diawali dengan normal..
"Nik"
"Yes, Shel?" Jawab saya
"Lo inget J kan?" Tanya teman saya, Shelly.
"Ingetlah." Bagaimana saya bisa melupakan orang sespecial J. "Kenapa?" Tanya saya lagi. Saya harap dia baik2 saja.

Saya jadi senyum2 sendiri jika mengingat awal perkenalan saya dengan J 8 tahun lalu. Kala itu saya masih kuliah. J merupakan salah satu murid yang menonjol. Dia cukup pintar namun tidak selalu serius, berpenampilan sederhana namun begitu menarik perhatian dengan rambut keriwilnya yang sebahu dan diikat ekor kuda sembarangan. Gayanya selengean, seperti lelaki lain di kampus saya kebanyakan, dan di semester 6 itu pertama kalinya saya sekelas dengan J.
Kerap kali saya berada disatu tempat yang sama dengan J, di kantin kampus, di warnet, di sekertariat, namun kami jarang bicara satu sama lain karena memang tidak dekat. Sering kali di kelas, si lelaki yang populer itu memalingkan mukanya dan tersenyun malu saat tertangkap basah oleh saya karena menatap saya terlalu lama secara diam2. Dan kerap kali, dia hampir akan selalu menyebut nama saya setiap kali ada dosen yang membiarkan murid yang sudah selesai presentasi untuk bisa memilih murid lain untuk mendapat giliran berikutnya. Dia akan menyebut nama saya dengan begitu ringannya, "Unik.", sambil berusaha mengulum senyumnya yang mengembang secara spontan, seperti seakan2 dia sudah menantikan hal ini, seakan2 dia sudah selalu merencanakannya. Dia akan menatap saya lekat sementara saya berdiri di depan kelas membacakan presentasi saya atau pendapat saya mengenai suatu topik tertentu dengan tidak terlalu bersemangat karena belum siap atau karena hal sepele lainnya. Saya pikir dia naksir saya atau apalah.
Lalu pada suatu mula diakhir kelas, seperti dalam adegan2 film dramatis kebanyakan, saya menjatuhkan file holder kuliah saya dan membuat seisinya berhamburan. Dengan cekatan dia mendekati, berjongkok, membantu memungut beberapa kertas catatan kuliah dan dua dari tiga foto saya bersama pacar saya yang memang saya selipkan di file yang ikut terjatuh dan memberikan pada saya tanpa saya minta.
"Well," ujarnya membuka percakapan "kalo ada tugas yang bikin kewalahan, gue siap bantu"
Saya memandang kearahnya dengan muka datar, meski jujur aja sedikit senang. Saya mahasiswi yang memang agak malas, dengan tawaran bantuan seperti itu tentu tidak akan saya lewatkan, tetapi saya memikirkan apa yang harus saya bayar untuk bantuan itu. Jelas, saya udah punya pacar tetap selama 3 tahun terakhir dan tidak ada rencana untuk menggantinya dalam waktu dekat ini, meski ternyata pacar saya itu memang akhirnya sekarang menjadi suami saya, namun seperti yang saya kira, dia bisa membaca pikiran saya "You can give me a chocolate or a box of cigarette for me as a trade" ujarnya
Maka saya bilang "We have a deal" menyalami tangannya dengan satu ayunan dan berharap ini bukan hanya trik semata.
Begitulah mulanya, yang secara alami menciptakan kedekatan saya dengan J, dimulai dari satu tugas ke tugas lainnya membuat keakraban kami semakin kuat. Dia mulai menanyakan hal2 pribadi saya disetiap kali ada kesempatan, tentang siapa pacar saya, sudah berapa lama dan lalala, lalu sesekali dia juga akan bercerita tentang kehidupan cintanya sedikit, karena dia orang yang agak tertutup. Saya tipikal orang yang tidak pernah ingin membuat orang lain tidak nyaman, sehingga saya jarang bertanya lebih jauh tentang kehidupan pribadi orang lain, kecuali tentu saja, jika mereka memang menginginkan untuk bercerita kepada saya terlebih dahulu. Sebaliknya, J justru semakin menyukai cerita2 pribadi saya setiap harinya, hal2 yang saya lakukan sehari2, tentang keluarga saya, namun terutama cerita seputar saya dengan pacar saya, bahkan begitu senang melihat foto2 saya dan pacar saya yang tersimpan di handphone bercamera saya.
Beberapa minggu kemudian ketika dia sedang bercerita tentang pacarnya saya meralat kata2nya sedikit, "Why you always said 'cowok gue, cowok gue'? Do you mean 'cewek gue'?" tanya saya lagi2 polos.
"OMG Unik, seriously that you don't know?"
"What?" Dia cengengesan. "Apaan nggak?" Saya penasaran.
"Hmm, I'm gay! Tapi jangan bilang siapa2 pleaseeee" Oh GOD! Saya bengong. Lanjutnya lagi, "Anyway, the other day, waktu kita nggak sengaja ketemu di mall nah cowok yang gue kenalin itu cowok gue! Cakep nggak?" Ujarnya ceria sambil bersandar dibahu saya.
Dari situlah keakrabannya semakin menjadi. Ketika J mulai terbuka kepada saya, bagaimana dia berkata bahwa dia begitu menyukai cara saya berbicara bahasa inggris, bahwa ternyata selama ini memandangi saya diam2 hanya karena dia ingin punya bibir dan tubuh penuh seperti saya, dan tentu saja secara diam2 mendambakan pacar saya.

Kembali kepercakapan saya dengan Shelly di BBM, Shelly membutuhkan waktu agak lama untuk menjawab pertanyaan saya, maka tadinya saya mau lempar pertanyaan iseng 'Kenapa? Nikah dia?' Dan berharap seringan itu topiknya.
Well, meski kami tau jelas bahwa J is a gay, namun tidak sedikit teman gay saya yang akhirnya menikah.
Maka dengan harapan simple saya itu, Shelly akan menyampaikan entah undangan yang tidak sempat dikirim atau satu dari beribu alasan sederhana lainnya yang bisa menjadi alasan pertemuan kami kembali.
Namun kebisuan Shelly membuat saya yang penasaran memojokkannya dengan pertanyaan lain lagi, "Shel? Is he okay?"
Namun jawaban dalam dua kata itu sontak mengejutkan saya : "Dia meninggal"
Bagaimana mungkin? Tentu saja pertanyaan lainnya adalah are you sure? Kapan? Kenapa? Dimana? Blablablabla.

Dada saya sesak, airmata saya tumpah, tiba2 saya lupa caranya bernapas. Tiba2 saja saya merasa sulit untuk berpikir, namun tentu saja saya harus tetap fokus dan mencerna berita mengejutkan ini dengan hati2.

Saya masih teringat kekonyolan2nya hingga sekarang, saat saya perkenalan pertama kali dengan pacar saya yang begitu membuat dia salah tingkah dan pergi berhambur ke toilet untuk 5 menit sebelumnya untuk memasang bedak tipis dan lipstik kemerahan yang membuat dia lebih percaya diri. Dia yang selalu membiarkan saya memilih dimana kami akan makan disetiap jeda pergantian kelas setiap harinya, dan hanya mentertawakan saya saat saya memesan 3 porsi makan berat dalam sekali waktu makan tanpa pernah menghakimi. Yang pernah menemani saya berbelanja kado pernikahan untuk salah satu teman saya dan bersedia menggotong tanpa saya minta satu set perlengkapan makan seberat lebih dari 8 kilo dengan senang hati dalam perjalanan pulang. Yang selalu menawarkan saya pulang bersama dengan membonceng motornya dan membawa helm cadangan meski saya selalu menolak dengan halus.

Ada satu teman saya yang lain yang J kenalkan kepada saya, namanya Pauline. Pauline atau Paulina Winata yang merupakan mantan artis cilik di group vocal anak2 4 MC Cilik yang populer ditahun 90an bersama Erina GD, Chintya, dan Diva Nadia, dengan lagunya Paman Dolit-Jangan Bolos Sekolah.
Pauline merupakan salah satu sahabat baik J sejak SMA. Pauline lah salah satu orang yang membuat saya mencoba dunia akting. Kala itu, saya dan dua teman cewek saya lainnya diajak serta untuk coba ikut casting bersama Pauline. Hanya peran kecil yang muncul tidak lebih dari 5 menit dengan dialog 4 kalimat yang tidak begitu sulit disuatu sinetron remaja sekali tayang. Ternyata saya lolos, itu salah satu moment merasakan uang hasil keringat sendiri bagi saya meski honornya tidak seberapa meski melewatkan satu hari penuh yang melelahkan untuk syuting.
3 tahun lalu J lah yang memberitahu saya bahwa Pauline meninggal karena sakit, betapa kami berdua begitu bersedih dan berhari2 membicarakan kenangan kami bersama Pauline, yang telah pergi diusia begitu muda, 24 tahun.
Sekarang, saya tersentak lagi, J menutup usianya yang baru menginjak 27 tahun akibat tumor leher ganas yang entah sejak kapan dideritanya.

Ketika mulai bekerja di tahun 2007, saya dan J mulai tidak pernah bertemu satu sama lain karena kesibukan, namun tentu saat akhirnya bertemu kembali di social media seperti YM/BBM, facebook ataupun twitter, kami akan bertukar cerita, dan berjanji, saat kami berdua memiliki waktu senggang satu sama lain, kami akan saling mengabarkan untuk sekedar dinner and wine. Maka saya segera beli sebotol untuk menyambut pertemuan istimewa, yang sayangnya tak pernah terwujud itu.

Ada masa2 tertentu ketika seseorang menjadi begitu merasa lebih religius dan mengenal Tuhannya dengan lebih jauh. Bagi saya pribadi, itu adalah masa dimana ketika saya akhirnya hamil di tahun 2011 lalu, setelah 3 tahun menikah. Ditahun yang sama itu juga J yang saya kenal begitu periang dan ceria sedikit berubah. J menjadi lebih religius disaat yang sama dengan saya. Saya ikut senang tentu saja, dan tidak pernah menanyakan alasannya. Namun pembicaraan yang dulunya sering kali kami lewati seputar film dan buku yang tidak boleh dilewatkan, atau hottest fashion terbaru berubah menjadi topik seputar keagamaan. Topik sederhana seperti apa bedanya sunnah dan wajib, atau membahas pendapat berbeda seputar syarat sah sholat dan sebagainya. J pun mulai kerap mengirimkan hadist2 nabi dan doa2 baik lainnya untuk saya dan calon bayi saya. J pula lah yang saya jadikan orang pertama yang saya datangi ketika saat saya ragu untuk menaruh nama Muhammad di tengah, bukan diawalan nama anak saya, dan menjelaskan jawaban bahwa itu tak perlu dikhawatirkan selama tujuan saya menamai anak laki laki pertama saya itu dengan tujuan baik.
Unsur religius yang dia lakukan di social media menarik beberapa selebritis dan ustad2 terkenal hingga followers twitternya mencapai lebih dari lima puluh ribu orang.
Yang saya lihat, dia telah begitu banyak berubah dalam arti yang sangat baik beberapa tahun terakhir. Duniawi bukan lagi hal utama baginya, dia menebar kebaikan dengan tulus, mengetuk hati orang2 tanpa memojokkan, tanpa menghakimi, tanpa pamrih.

Kalimat Shelly berikutnya makin membuat saya menangis, ketika J kerap kali mengajak teman2 lainnya untuk mencari waktu agar bisa setidaknya berkunjung ke rumah saya dan saling bertemu. Saya teringat sebotol white wine yang masih tersimpan rapi di cabinet saya hingga sekarang yang telah saya beli sejak dulu ketika saya dan J merencanakan bertemu.

Kenapa begitu cepat? Kenapa begitu mendadak? Kenapa orang2 yang begitu dicintai begitu cepat pergi? Sesungguhnya Tuhan Maha Tahu. Saya tentu merindukannya. Saya begitu merasa kehilangan. Saya begitu menyesalkan bahwa saya tidak pernah berusaha lebih keras untuk membuat pertemuan kami terwujud.

Saya memeluk botol wine itu, membukanya hati2, menyesapnya perlahan. Membayangkan J berada disini bersama saya, tersenyum, menggenggam tangan saya.
Dia akan tahu bahwa kehadirannya akan selalu kami rindukan.

May your soul rest in peace, J.
-29 June 2012-

2 komentar:

  1. To me he is a very charming guy, always gives his very trully smile to everyone...hehehe, i still remember how he encorage me to sing out loud when karaoke-ing.. Love you lots J :)

    BalasHapus
  2. He such a loving boy, Mik. May his soul rest in peace, amen. I miss him badly :(

    BalasHapus