Kamis, 10 April 2014

Dia.

Semua orang berbisik dan memandangnya saat dia lewat.
Dia. Wanita cantik dan sempurna itu, yang rambut gembal hitamnya selalu dilepas terurai menjuntai dibalik bahu dengan ujung ujung ikal sempurna membingkai wajah selonjong telur dengan bibir penuh merekah merah delima dan sapuan alis lebat yang hitam alami menaungi bola mata bulat hitam pekat dengan bulu mata panjang dan melengkung indah keatas dan kebawah meski tanpa sapuan maskara, teduh, sendu, dengan sendal bersol merah yang membungkus sepasang kaki jenjangnya, dengan jam tangan dan tas karya designer ternama serta pakaian sopan terhormat dan justru semakin menonjolkan kecantikannya tanpa perlu terlihat terbuka, yang membuat setiap pria menoleh setidaknya dua kali meski sedang bersama pasangan mereka saat dia melangkah percaya diri tak teralihkan dari kegiatannya sembari menggenggam jemari kecil anak lelakinya ditangan kanan dan putri kecilnya ditangan satunya yang keduanya begitu selalu tertawa riang dan merengek meminta perhatian ibu mereka yang cantik dan sempurna itu sesekali, membuat semua wanita lainnya cemburu dan panas hatinya melihat pasangan mereka memandangnya terbelalak tak berkedip membangkitkan jiwa pemangsa suami mereka yang telah lama teredam seraya bertanya tanya dalam hati "Siapa dia gerangan?" penuh rasa keingintahuan yang begitu dalam namun tak bisa mereka ucapkan sementara istri istri mereka berpikiran sama dengan konotasi bertolak belakang dan merasa kehadirannya membuat mereka terancam.
Dia, wanita cantik dan sempurna itu, yang dinikahi pria yang begitu tampan wajahnya, dengan hidung bangir sempurna bak patung romawi dengan rahang kokoh khas lelaki jantan sekuat karang dihiasi titik titik tipis hitam kebiruan jejak tumbuhnya janggut baru yang sebelumnya tercukur habis, yang bermata teduh dengan bola abu kehijauan, yang membuat wanitanya tenang hanya dalam sekali pandang, yang bertutur lembut dengan suara tegas dan lugas penuh wibawa, memperlihatkan jarak usia delapan tahun mereka yang tak pernah menjadi jurang, dengan tubuh tegap tinggi besar dengan sepasang tangan kokoh sedang yang mampu mengoyak jantung laki laki mata keranjang yang ingin mengganggu kebahagiannya cukup dengan sekali geram.
Dia, wanita yang cantik dan sempurna itu tetap berjalan anggun, seirama dengan musik yang tak seorangpun dengar, melewati mata mata usil yang mengekor penuh rasa penasaran terhadap keberadaannya bersama keluarganya yang sempurna. Duduk, memesan dengan sopan dengan suaranya yang semerdu dentingan gitar, menunggu sambil berbincang lalu menyantap makanan mereka sambil menyuapi anak lelaki dan perempuannya yang tetap duduk tenang hingga waktunya selesai. Si anak lelaki kecil melepas topinya berkata bahwa rambutnya berkeringat, dan si ibu yang cantik dan sempurna itu mengelap kulit kepalanya pelan halus dan hati hati lalu meniupnya satu kali menimbulkan sejenak udara dingin dan sejuk yang memang sejak tadi dinantinya dan memakaikan topi sang anak lelaki kembali dan membiarkannya bermain berlarian dengan adik perempuannya mengejar serpihan kuntum bunga bunga dan daun daun yang berjatuhan dan tertiup angin sore di pulau tropis nan eksotis, mereka bangkit dan beranjak, masih dengan mata mata orang orang sekitar yang masih berbisik dan sedikit getir membayangkan hidup mereka yang bertolak belakang dan sedikit berharap dapat menyesap sedikit merasakan bagaimana rasanya memiliki hidup semanis dan sesempurna yang tak pernah mereka miliki itu meski harus menunggu keajaiban Tuhan.
Dia, wanita cantik dan sempurna itu bangkit tak lupa membawa tas pantainya dengan dua huruf kapital konsonan sebagai simbol dari nama perancangnya, diikuti sang suami yang merapikan tempat duduk mereka kembali menempel kemeja rotan putih dengan sopan seperti letak semula dan mengucap terima kasih setelah membayar, menghampiri sang istri yang berdiri dengan sabar, membuat gaun putihnya seringan bulu yang melambai lambai dan menahan topi pantai bulatnya agar tak terbang tertiup angin. Sang suami membenarkan letak topi istrinya yang cantik dan sempurna itu yang sedikit miring dibalas senyum istrinya yang begitu menawan, lalu merangkul pinggangnya mesra lalu beranjak pergi sementara anak lelaki mereka berlari menuntun jalan diikuti adik perempuannya mendahului orangtuanya seakan mereka sudah tahu kemana tujuan berikutnya dan yakin bahwa orangtuanya takkan membiarkan keduanya menghilang karena terlalu jauh atau tersesat ditengah keramaian. Seakan setiap kata yang diucapkan dan setiap gerak gerik keempatnya telah terlukiskan diatas buku takdir yang paling sempurna dari Yang Maha Kuasa.
Ombak pantai menderu deru seakan menyemangati kasih sayang mereka yang tak pernah lupa dilibatkan dalam setiap kegiatan keseharian.
Kedua anaknya tiba di lobby hotel berbintang lima kelas dunia terbaik di sisi pantai diikuti kedua orangtuanya sambil berbincang ringan, penjaga berdasi kupu kupu dengan rambut klimis rapi dan rompi hitam serta kemeja putih cemerlang berkancing tersenyum mengucap selamat datang kembali dengan senyum mengembang membiarkan sang anak lelaki menggendong pinggang adik perempuannya agar mencapai tombol lift keatas seperti yang selalu mereka lakukan sejak empat hari lalu mereka tinggal, sang anak lelaki melompat lompat kecil tak sabar sementara anak perempuan mulai sibuk mengucek sebelah matanya, menunggu pintu yang akhirnya terbuka dan memperlihatkan kotak kecil yang mereka masuki ditutup dengan senyuman ramah dan sopan penuh hormat dari sang petugas penjaga, sang istri yang cantik dan sempurna itu duduk di sofa yang menyender dikaca tembus pandang dengan tiang tiang berulir panjang berwarna emas kemerahan dengan lukisan lukisan mahal khas eropa kuno yang akan membawa mereka ke lantai teratas tempat dimana griya tawang mereka tinggal.
Ting.
Pintu terbuka memperlihatkan koridor panjang berkarpet persia mewah nan tebal dan suasana sunyi senyap dengan lampu kuning temaram, sepasang pintu kokoh putih terbuka disambut bunga lili putih diatas vas bunga kristal besar ditengah ruangan diatas meja pualam. Kedua anaknya masuk ke kamar yang lebih kecil dengan dua ranjang nyaman sedang yang bersisian dipisahkan dengan meja berlampu kecil yang tak menyala, ibunya yang cantik dan sempurna itu mengganti baju kedua anaknya dengan penuh kasih dan keduanya pun jatuh tertidur kelelahan meski hari masih sore, lalu sang ibu yang cantik dan sempurna itu menyelimuti keduanya dengan nyaman dan mengecup kening keduanya bergantian dan mengucap selamat malam meski mata kedua anaknya telah rapat terpejam.
Kembali ke kamar utama yang besar dengan jendela kaca terbuka dan tirai putih berenda yang terbang ringan tertiup angin, dengan balkon besar berpagar hitam yang memperlihatkan sisi pantai tenang dan matahari oranye yang hampir tenggelam.
Sang suami menghampiri istrinya yang cantik dan sempurna itu, berkata bahwa dia telah menyiapkan layanan dua pengasuh anak bersertifikat untuk menjaga kedua anaknya esok hari sementara mereka akan melakukan perjalanan romantis berdua sepanjang hari dimulai dari mengunjungi perkebunan anggur pribadi milik suaminya yang telah diwariskan dari ibunya yang berjarak dua puluh kilometer tepat setelah makan pagi, dilanjutkan dengan diving kepulau kecil terdekat menggunakan yacht yang bertuliskan nama istrinya yang cantik dan sempurna itu atas hadiah ulang tahun istrinya yang cantik dan sempurna itu tepat diusia ke tiga puluh tahun setahun lalu yang sayangnya begitu jarang digunakan, ditutup dengan makan malam di restaurant perancis dengan wine vintage terbaik seperti yang istrinya yang cantik dan sempurna itu suka, mobil limo dengan supir akan siap pada pukul sembilan pagi, sang istri yang cantik dan sempurna itu tersenyum mengiyakan.
Sang suami menoleh lembut kearah istrinya yang duduk santai bersandar santai dipapan ranjang, menepis rambut istrinya yang terurai dan menyematkannya kebelakang telinga, mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya dan berkata bahwa dia ingin berada disini selamanya dengannya dan kedua anak sempurna mereka, merengkuh wajah sang istri dan menciumnya dengan lembut seraya melucuti pakaiannya perlahan. Menciumi dari ujung jemari kakinya yang jenjang hingga ke perutnya yang ramping sempurna, meraba kesegala arah diatas kulitnya yang berpendar pendar dan saling mengejar napas. Sang suami berada diatasnya memeluknya erat, bangkit dan memandang dirinya yang telanjang, mendekatinya kembali, mengangkat sebelah kaki istrinya yang cantik dan sempurna itu keatas bahunya dan sang istri tersenyum melihat dada bidang suaminya yang terpahat sempurna bagaikan patung dari pualam, berpeluh, garang, sempurna. Siluet keduanya dari sisi tirai ranjang yang terpapar matahari senja begitu indah, keduanya bersatu, saling membelit, tumpang tindih, melenguh, memeluk, menggeram, mencengkram, berseru, lekat, naik, turun, pelan, cepat, tengadah, miring, berdiri, duduk, berhadapan, saling menatap, tak berhenti. Mereka bercinta hingga tengah malam.
Sang suami memeluk istrinya yang cantik dan sempurna itu penuh cinta lalu menyematkan sesuatu di jari manis kirinya seraya berkata bahwa betapa dia bersyukur memilikinya dan bersumpah setia seperti yang selama ini dia buktikan, tak ingin terpisahkan hingga ajal datang menjemputnya, mengucap kata bahwa dia mencintainya, yang membuat istrinya dengan pipi semu kemerahan bergetar hatinya, suaminya tersenyum dan mencium bibir istrinya sekali lagi, lalu merapatkan kedua matanya, dan tertidur kelelahan bagaikan seorang bayi yang sudah kenyang. Begitu tampan, indah, damai, dan nyenyak disisi istrinya.
Sang istri bangkit perlahan tak ingin suaminya terbangun, mengambil secarik kertas dan pena lalu menulis dengan cepat
"Semakin hari semakin sulit aku jalani. Semakin hari yang aku rasa aku semakin tidak berbahagia. Apakah aku patut menerimanya? Apakah aku patut tidak merasa bahagia? Aku tidak ingin terus bermimpi, aku tidak ingin terus berandai2, aku tidak ingin suatu hari nanti aku tersadar dipenuhi dengan kata2 : bagaimana jika, atau seandainya. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri. Sulit, susah, tidak mungkin. Karena komitmen yang telah aku buat sendiri. Tapi semakin hari semakin kuat rasa yg aku inginkan : yaitu rasa ingin bebas melakukan apa yang aku mau. Tidak semata dipandang dengan aturan aturan yang dia buat, atau ibunya buat. Aku lelah terpenjara. Aku bahkan tidak merasa yakin sampai kapan aku bisa bertahan, berjuang sendirian dari satu hal yang sejak dulu aku hindarkan : perceraian. Aku tidak ingin mengecewakan orangtuaku, ataupun tentunya keluargaku. Dirinya. Orangtuanya. Keluarganya. Anak anakku. Dan Tuhan. Tapi apakah itu artinya aku harus mengorbankan kebahagiaan aku sendiri? Sampai kapan? Ataukah justru aku sekarang hanya terperosok dilubang yang ternyata telah aku buat sendiri?
Jika memang dia mencintai aku sepenuhnya, bagaimana dia tidak bisa tahu bahwa aku tidak berbahagia?"
Dia yang cantik dan sempurna itu berhenti. Merasa tak sanggup lagi menulis dan menggupal kertasnya menjadi satu seperti sebelumnya dan membuangnya ke luar jendela jauh jauh sambil merasa pedih dan sakit didalam dadanya. Dadanya sesak dan terasa ingin meledak. Terduduk tanpa busana dilantai, dia memeluk kakinya dan menyandarkan kepala dilututnya.
Memandang cincin berlian kuning besar yang berkilauan yang meliuk sempurna di jari manisnya, lalu berpikir : 'Jika hidupku begitu sempurna, lalu mengapa aku begitu menginginkan dia?'
Dia, wanita cantik dan sempurna itu, punggungnya berguncang guncang, terisak isak.
Airmatanya berderai.

Jumat, 04 April 2014

Papiku :')

Semalam di Dim Sum Festival Kemang.



Perjuangannya sungguh luar biasa, hampir 20tahun merantau ke negeri orang demi menghidupi istri dan ketujuh anaknya. Mulianya hati kamu, wahai ayahku. Kamulah yang mengajari aku untuk mengajarkan mengucap kata "i love you", disetiap ujung percakapan, selalu kau tutup dengan kalimat itu disambut jawabku "i love you too" lalu terdengar bunyi nada terputus. Kamu yang selalu mengajarkan aku untuk tidak pernah takut untuk mencintai, dan untuk tidak menyakiti, apapun yang orang lain lakukan terhadap kita. Yang mengajarkan aku untuk memberi, tanpa pernah meminta. Yang meyakinkan aku bahwa Allah tak pernah lengah, atas perbuatan baik kita. Aku merasa bersyukur memiliki kamu yang selalu ada saat keraguanku muncul menghadapi dunia, saat airmataku sudah tak lagi dapat tertahan, dan saat menghadapi takut atau lelah menahan perih, kamulah orang yang selalu pertama kudatangi untuk meminta doa kesabaran dan kekuatan. Yang tak pernah bosan menjawab pertanyaanku soal agama meski pertanyaan yang sama berulang ulang. Yang membuat setiap ibadahku terasa mudah dan tanpa beban. Yang selalu berkata tak ingin ada kue, atau hadiah, atau uang saat kamu berulang tahun karena kamu bilang kamilah sumber kebahagiaanmu. Semoga Allah membahagiakan kamu, di dunia dan akhirat, ammiin 🙏


I love you, Papiku.l 🎂🎉🎊💝🎁